Rasulullah saw bersabda: ”Nanti pada
akhir zaman akan muncul kaum mereka membaca Al-Quran tetapi tidak
melebihi kerongkongan, mereka memecah Islam sebagaimana keluarnya anak
panah dari busurnya, dan mereka akan terus bermunculan sehingga keluar
yang terakhir daripada mereka bersama Dajjal, maka jika kamu berjumpa
dengan mereka, maka perangilah sebab mereka itu seburuk-buruk makhluk
dan seburuk-buruk khalifah. ” ( Sunan Nasai/4108, Sunan Ahmad/19783 )
Kelompok Khawarij ini tak segan-segan
menista ummat Islam yang berbeda pendapat dengan mereka dengan berbagai
sebutan yang mereka sendiri tidak suka. Padahal itu dilarang oleh Allah
SWT:
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain,
boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula
sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang
direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri
dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan.
Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan
barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim.
Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari
purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan
janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu
yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” [Al Hujuraat 11-12]
“Mencela sesama muslim adalah kefasikan
dan membunuhnya adalah kekufuran” (Bukhari no.46,48, muslim no. .64,97,
Tirmidzi no.1906,2558, Nasa’I no.4036, 4037, Ibnu Majah no.68, Ahmad
no.3465,3708)
Ayat Al Qur’an dan hadits di atas sering
mereka ucapkan. Namun sering pula mereka langgar sehingga mereka
mengumpat dan bersangka buruk terhadap sesama Muslim.
Jika diingatkan dengan enteng mereka berdalih: “Ah mereka bukan Muslim!”
Tidak pantas bagi seorang Muslim untuk
mudah menganggap sesat atau mengkafirkan sesama Muslim yang masih sholat
dan mengucapkan 2 kalimat syahadah. Jika begitu, maka mereka itu lemah
imannya atau mungkin justru tidak punya iman:
Tiga perkara berasal dari iman:
(1) Tidak mengkafirkan orang yang mengucapkan “Laailaaha illallah”
karena suatu dosa yang dilakukannya atau mengeluarkannya dari Islam
karena sesuatu perbuatan; (2) Jihad akan terus berlangsung
semenjak Allah mengutusku sampai pada saat yang terakhir dari umat ini
memerangi Dajjal tidak dapat dirubah oleh kezaliman seorang zalim atau
keadilan seorang yang adil; (3) Beriman kepada takdir-takdir. (HR. Abu
Dawud)
Jangan mengkafirkan orang yang shalat karena perbuatan dosanya meskipun (pada kenyataannya) mereka melakukan dosa besar. Shalatlah di belakang tiap imam dan berjihadlah bersama tiap penguasa. (HR. Ath-Thabrani)
Di saat Usamah, sahabat Rasulullah saw,
membunuh orang yang sedang mengucapkan, “Laa ilaaha illallaah, ” Nabi
menyalahkannya dengan sabdanya, “Engkau bunuh dia, setelah dia
mengucapkan Laa ilaaha illallaah.” Usamah lalu berkata, “Dia
mengucapkan Laa ilaaha illallaah karena takut mati.” Kemudian Rasulullah
saw. bersabda, “Apakah kamu mengetahui isi hatinya?” [HR Bukhari dan Muslim]
Lihat hadits di atas saat Usamah
berkilah: “Ah dia berpura2” Ah dia taqiyah! Ah dia berbohong. Tidak
pantas kita berdalih seperti itu karena kita manusia tidak tahu isi hati
mereka. Kita hanya bisa menilai zahir lisan, tulisan, dan perbuatan
mereka.
Meski mengkafirkan sesama Muslim itu resikonya sangat berat, kaum Khawarij selalu menemukan cara untuk itu.
Dari Abu Zar r.a. bahwasanya ia
mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barangsiapa yang memanggil orang
lain dengan sebutan kekafiran atau berkata bahwa orang itu musuh Allah,
padahal yang dikatakan sedemikian itu sebenarnya tidak, melainkan
kekafiran itu kembalilah pada dirinya sendiri.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma,
katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Apabila ada seseorang berkata
kepada saudaranya -sesama Muslimnya-: “Hai orang kafir,” maka salah
seorang dari keduanya -yakni yang berkata atau dikatakan- kembali dengan
membawa kekafiran itu. Jikalau yang dikatakan itu benar-benar
sebagaimana yang orang itu mengucapkan, maka dalam orang itulah adanya
kekafiran, tetapi jikalau tidak, maka kekafiran itu kembali kepada orang
yang mengucapkannya sendiri.” (Muttafaq ‘alaih)
Mereka gemar berdusta dan mengadu-domba sesama Muslim meski tahu dosanya amat besar:
Allah Ta’ala berfirman: “Jangan pula engkau mematuhi orang yang suka mencela, berjalan membuat adu domba.” (al-Qalam: 11)
Dari Hudzaifah r.a. katanya:
“Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidak dapat masuk syurga seorang yang
gemar mengadu domba.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Ibnu Abbas radhiallahu
‘anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. berjalan melalui dua buah kubur,
lalu bersabda: “Sesungguhnya kedua orang yang mati ini disiksa, tetapi
tidaklah mereka disiksa karena kesalahan besar. Ya, tetapi sebenarnya
besar juga -bila dilakukan secara terus menerus-. Adapun yang seorang
diantara keduanya itu dahulunya -ketika di dunia- suka berjalan dengan
melakukan adu domba, sedang yang lainnya, maka ia tidak suka
menghabiskan sama sekali dari kencingnya -yakni di waktu kencing kurang
memperdulikan kebersihan serta kesucian dari najis-.” Muttafaq ‘alaih.
Ini adalah lafaz dari salah satu riwayat Imam Bukhari. Para ulama
berkata bahwa maknanya: “Tidaklah mereka itu disiksa karena melakukan
kesalahan yang besar,” yakni bukan kesalahan besar menurut anggapan
kedua orang tersebut. Ada yang mengatakan bahwa itu merupakan hal besar
-berat- baginya untuk meninggalkannya.
Dari Ibnu Mas’ud r.a. bahwasanya
Nabi s.a.w. bersabda: “Tahukah engkau semua, apakah kedustaan besar
itu? Yaitu Namimah atau banyak bicara adu domba antara para manusia.”
(Riwayat Muslim) Al’adhha dengan fathahnya ‘ain muhmalah dan sukunnya
dhad mu’jamah dan dengan ha’ menurut wazan Alwajhu. Ada yang mengatakan
Al’idhatu dengan kasrahnya ‘ain dan fathahnya dhad mu’jamah menurut
wazan Al’idatu, artinya ialah kedustaan serta kebohongan besar. Menurut
riwayat pertama, maka al’adhhu adalah mashdar, dikatakan: ‘adhahahu
‘adhhan artinya melemparnya dengan kedustaan atau pengadu-dombaan.
Meski Allah dan RasulNya memerintahkan
ummat Islam bersatu, namun kaum Khawarij ini meski sering mengutip ayat
dan hadits tentang itu selalu memecah-belah persatuan ummat Islam dengan
berbagai dalih. Mereka merasa hanya merekalah yang benar. Yang lain
sesat atau kafir:
“Yaitu orang-orang yang memecah-belah
agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan
merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” [Ar Ruum:32]
Mereka gemar berbantah-bantahan panjang lebar hanya untuk menimbulkan fitnah dan melemahkan kekuatan Islam.
“Dan taatlah kepada Allah dan
Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu
menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar.” [Al Anfaal 46]
Next
« Prev Post Previous
Next Post »
« Prev Post Previous
Next Post »